Prediktor Statistik Pemenangan Calon
Presiden
Oleh:
Muh. Nadjib Bustan
Guru Besar Ilmu Kesehatan dan Olahraga
Selama ini survei politik dengan
penuh kepiawaannya mampu memperkirakan dan
menunjukkan
popularitas dan elektibilitas seorang
calon legislatif dan calon presiden. Dengan ketepatan yang mencapai 97-98% para
lembaga survei meyakinkan kebenaran hasil survei yang dilakukannya berdasarkan
pendekatan Ilmu Statistik. Demikian pula Hitung Cepat (Quick Count) yang
dilaksanakan terhadap hasil suatu pemilu umum, seperti pilkada kabupaten/kota,
pilkada propinsi, pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden,
telah
mampu menunjukkan hasil perhitungannya yang cepat dan tepat.
Hal
ini didasarkan pada objektifitas Statistik sebagai alat bantu dalam melakukan seluruh
proses pelaksanaan dan analisis data survei. Statistik telah membantu dalam
melakukan random responden yang mewakili pemilih dalam daftar pemilih resmi
KPU, menentukan metode survei dan melakukan perhitungan statistik yang sesuai .
Pada
pemilihan legislatif yang lalu, berbagai lembaga survei telah melakukan
proses pengumpulan, perhitungan dan
analisis data sehingga mampu menentukan siapa calon yang dapat kursi, termasuk
dapat menghitung persentase hasil masing-masing partai peserta Pemilu.
Survei
memang telah menjadi salah satu metode penelitian utama dan paling sering
dipakai dalam melakukan analisis pendapat umum (polling) atau pemilihan
umum. Hasilnya berupa angka-angka persentase yang menggambarkan jumlah pemilih
atau pilihan pemilih terhadap calon yang disajikan.
Survei
atau Quick Count ini merupakan suatu metode penelitian terhadap suatu kondisi yang telah atau sedang
terjadi. Sementara itu, dalam hiruk-pikuk kampanye pilpres dewasa ini,
pertanyaan yang ada dalam benak para
calon adalah tentang faktor atau alasan apa yang nanti akan dipakai oleh
pemilih dalam membuat keputusan pilihannya. Hal ini diperlukan oleh calon dan
tim suksesnya dalam menentukan bahan kampanye apa saja yang akan ditebar untuk menarik
perhatian pemilih sehingga pada hari H nanti akan memilih calonnya. Misalnya, apakah
mayoritas pemilih akan cenderung memilih sang calon presiden karena alasan
citra, atau karena visi-misi yang baik, atau karena “sekampung”. Dengan mengetahui alasan atau yang disebut
dalam istilah Statitik sebagai prediktor itu maka tim sukses akan mempersiapkan
tema kampanye yang sesuai dengan faktor prediktor tersebut. Untuk maksud
tersebut statitik dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menganalis alasan
pemilih dalam menjatuhkan pilihannya terhadap salah satu calon.
Statistik
untuk Pilpres
Satu
bulan terakhir ini, bangsa Indonesia sementara deman pilpres. Kedua calon
bersama tim suksesnya sedang bergelut untuk menarikperhatian pemilih. Issu atau
tema apa yang layak disampaikan yang akan menarik perhatian. Untuk itu,
Statistik mempunyai objektifitas dalam memprediksi siapa pemenangnya dan alasan
dari pemilih dalam menentukan pilihannya pada salah satu calon. Suatu survei
dapat dilakukan dan dilakukan analisis data dengan perhitungan statistik dan
akan terlihat alasan utama apa yang menyebabkan calon mendapat suara terbanyak.
Data
mengandung berbagai faktor demografis, sosial, ekonomi , budaya dan psikologi
yang dapat menjadi prediktor pilihan calon dari para pemilih. Data ini akan
diolah dengan menggunakan tes statistik telah pernah dipergunakan oleh berbagai
ahli statistik dan pakar politik dalam menentukan faktor determin atau predikor
penenetuan pilihan calon presiden yang diinginkan rakyat. Salah satu jenis
analisis statistik yang dapat digunakan
adalah Logistic Regression (Regresi Logistik). Jairo Nicolau telah
mempergunakan uji statistik ini dalam menganalisis kemenangan Pemilihan
Presiden Brasil di tahun pemilu 2002.
Prediksi
Regresi Logistik Pemenang Pilpres
Suatu
data rekayasa hipotetik telah dibuat untuk menghitung faktor prediksi apa yang paling
menentukan kemenangan seorang
calon presiden dalam suatu pilpres. Data ini mengandung 3 faktor prediktor, yakni faktor-
faktor yang menjadi alasan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya terhadap satu
dari dua calon presiden rekayasa. Ketika prediktor tersebut adalah faktor
politik, yakni alasan pemilih berdasarkan parpol yang didukungnya. Faktor kedua,
faktor kesukuan/kekerabatan, yakni alasan
memilih karena latar belakang suku yang sama atau kekeluargaan. Faktor ketiga
adalah psikologi, yakni alasan menyukai
citra dan kinerja calon presiden. Untuk itu, dikembangkan dua model uji regresi logistik .
Model pertama melakukan tes untuk melihat faktor apa yang paling berperan dalam menentukan pilihannya jatuh
kepada calon presiden nomor satu. Sedangkan model kedua, memenangkan
capres kedua dan menghitung faktor yang mana dari ketiga faktor yang dimasukkan
dalam model uji regresi logistik itu yang menjadi predictor utama.
Beberapa
survei telah dilakukan oleh berbagai pakar politik dengan memakai perangkat
statistik dalam melihat faktor prediktor pemilihan Presiden di Brazil, Afrika
dan Amerika. Salah satu uji statistik yng dipakai oleh Jairo Nicolau adalah
Regresi Logistik dalam melakukan prediksi Pemilihan Presiden Brazil yang dimenangkan
calon presiden Lula dari 6 calon yang ikut pilpres Brasil. Dalam analisisnya,
faktor prediktor yang diperhitungkan adalah 5 faktor sosial demografis (gender,
umur, warna kulit, pendidikan dan agama) dan tiga atribut politik.
Dari
analisis data rekayasa, pada model pertama calon presiden nomor satu uji
statistik menandai bahwa alasan utama pemilih adalah faktor parpol sehingga
dapat memperoleh kemenangan 53 persen. Pemilih menjadikan kesamaan partainya
dengan partai koalisi pendukung calon presiden. Untuk itu, jika tim sukses calon pertama
melakukan survei dan menemukan juga bahwa faktor kepartaian ini sebagi prediktor
utama, maka tim sukses akan menjadikan isu kepartaian ini sebagai tema utama
kampanye dengan mengajak seluruh pimpinan partai dan pendukung partai tersebut
untuk memilih calon pertama. Maksudnya, untuk memenangkan calon pertama maka
mesin partai harus kerja maksimal.
Model
kedua memenangkan calon kedua dan berkesimpulan bahwa faktor citra sebagai
predikotr utama kemenangan hingga mencapai 54 persen. Kalau survai sebenarnya
dilakukan, dan hasil menunjukkan hasil yang sama, maka tim sukses akan menjual
citra ini sebagai bahan kampanye. Katakanlah misalnya, mengkampanyekan bahwa pilihlah
calon presiden nomor dua kami karena dia jujur, rajin dan tegas. Kalau ini
dilakukan, statistik meramal bahwa inilah yang keluar sebagai pemenang pilpres.
Mudah-mudahan
dengan tim sukses yang percaya terhadap statistik dapat mempergunakan statistik
sebagai alat menentukan tema kampanye yang menarik pemilih untuk menjatuhkan
pilihannya dan membawa tim sukses menjadi benar-benar sukses menggolkan calon
presidennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar